3/01/2021

Model pengembangan media pembelajaran

Untuk mengembangkan pembelajaran, kita perlu mempertimbangkan model pengembangan untuk memastikan kualitasnya. Penggunaan model pengembangan digunakan untuk mengembangkan bahan ajar secara sistematis dan sesuai dengan teori sehingga menjamin kualitas isi bahan ajar. Berikut ini beberapa model pengembangan yang umumnya digunakan dalam pengembangan media pembelajaran (Yaumi, 2018): 

A. Model ASSURE

Smaldino et al. (2014) mengemukakan model ASSURE fokus kepada perencanaan pembelajaran untuk digunakan dalam situasi pembelajaran di dalam kelas secara aktual. Adapun langkah-langkah penting yang perlu dilakukan dalam model sistem pembelajaran ASSURE meliputi beberapa aktivitas, yaitu;

1. Melakukan analisis karakteristik siswa (analyze learner)

2. Menetapkan tujuan pembelajaran (state objectives)

3. Memilih media, metode pembelajaran, dan bahan ajar (select methods, media, and materials)

4. Memanfaatkan bahan ajar (utilize material)

5. Melibatkan siswa dalam kegiatan pembelajaran (require learners a participation), dan

6. Mengevaluasi dan merevisi program pembelajaran (evaluate and revise)

Untuk lebih memahami model ASSURE, berikut ini dikemukakan deskripsi dari setiap komponen yang terdapat dalam model tersebut.

Analyze Learner Characteristics

(Analisis siswa)

Mengidentifikasi karakteristik siswa yang akan melakukan aktivitas pembelajaran. Analisis karakteristik siswa meliputi beberapa aspek penting yaitu karakteristik umum, pengetahuan atau kompetensi spesifik yang telah dimiliki sebelumnya, dan gaya belajar.

State Standard and Objectives

(Menentukan standar dan tujuan)

Menetapkan tujuan pembelajaran yang bersifat spesifik. Selain menggambarkan kompetensi yang perlu dikuasai oleh siswa, rumusan tujuan pembelajaran juga mendeskripsikan kondisi yang diperlukan oleh siswa untuk menunjukkan hasil belajar yang telah dicapai dan tingkat penguasaan siswa.

Select Methods, Media, and Materials

(Memilih metode, media dan bahan ajar)

Pemilihan metode, media, dan bahan ajar yang tepat akan mampu mengoptimalkan hasil belajar siswa dan membantu siswa mencapai kompetensi atau tujuan pembelajaran.

Utilize Resources (Memanfaatkan Sumber Daya)

Menggunakan metode sebelumnya dalam kegiatan pembelajaran, namun sebelum menggunakan metode, media, dan bahan ajar, maka perlu dilakukan uji coba untuk memastikan ketiga komponen tersebut dapat berfungsi efektif. Setelah semuanya siap maka komponen tersebut dapat digunakan.

Require Learners Participation

(Mewajibkan Partisipasi Peserta)

Memerlukan keterlibatan siswa secara aktif dengan materi atau substansi yang sedang dipelajari. Siswa yang terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran akan dengan mudah mempelajari materi pembelajaran.

Evaluate and Revise

(Evaluasi dan Revisi)

Tahap evaluasi dilakukan untuk menilai efektivitas pembelajaran dan juga hasil belajar siswa. Tahap ini dilakukan agar dapat memperoleh gambaran yang lengkap tentang kualitas sebuah program.

Namun menurut Prawiradilaga & Siregar (2007) terdapat beberapa manfaat dan keterbatasan pada model ASSURE, manfaatnya yaitu; pertama, memiliki manfaat dapat dikembangkan sendiri oleh guru; kedua, komponen pembelajaran lengkap; dan ketiga, siswa dapat dilibatkan dalam persiapan untuk pembelajaran. Selanjutnya model ini juga memiliki keterbatasan yakni; tidak mengukur dampak terhadap proses belajar karena tidak didukung oleh komponen suprasistem; adanya penambahan tugas dari guru; dan perlu upaya khusus dalam mengarahkan siswa untuk persiapan pembelajaran.


B. Model PIE

Model PIE merupakan akronim dari Plan, Implement, dan Evaluate. Model ini dikembangkan oleh Timothy J. Newby, Donald A. Stepich, James D. Lehman, James D. Russell, dan Anne Ottenbreit-Leftwoch melalui buku “Educational technology for teaching and learning (2011)”. Model ini dikhususkan untuk pengembangan teknologi pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru dan siswa dalam pelaksanaan pembelajaran.

Pertama, perencanaan difokuskan pada apa yang sesungguhnya siswa butuhkan untuk belajar termasuk kapan, mengapa, dan bagaimana cara yang efektif untuk mendapatkan hasil belajar yang baik dan berkualitas. Hasil akhir dari perencanaan adalah produk berupa ikhtisar, perencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), atau cetak biru (blue print) dari pengalaman belajar yang dapat mengarahkan tujuan pembelajaran. Perencanaan dilakukan untuk membantu pengembang pembelajaran dalam menggambarkan secara jelas tentang pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki siswa sebelum melaksanakan pembelajaran dan pengetahuan dan keterampilan yang seharusnya dimiliki oleh mereka, serta jenis media dan teknologi, bahan, dan strategi pembelajaran untuk meminimalisasi kesenjangan antara pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki saat ini dengan yang seharusnya dikuasai.


Kedua, implementasi atau pelaksanaan difokuskan pada meletakkan perencanaan dalam tindakan berdasarkan kendala dan hambatan yang mungkin terjadi dengan menggunakan bahan pembelajaran yang telah dipilih sebelumnya, dan berbagai bentuk aktivitas yang menunjang pelaksanaan pembelajaran. Bagi siswa, implementasi merupakan suatu pengalaman belajar yang dilaksanakan dengan memperhatikan lingkungan belajar, waktu, dan cara atau metode yang digunakan dalam pembelajaran. Bagi guru, pada implementasi diarahkan pada bagaimana mengelola dan mengawasi pembelajaran termasuk melaksanakan pembelajaran yang dapat menjangkau kelompok siswa dengan kebutuhan khusus.

Ketiga, evaluasi difokuskan dalam menilai efektivitas media, teknologi, strategi, dan bahan pembelajaran yang dilakukan. Pendidikan hendaknya melakukan refleksi terhadap apa yang telah dicapai dan membandingkan dengan tujuan yang hendak dicapai. Hasil revisi ini digunakan untuk merevisi perencanaan dan implementasi pembelajaran pada masa yang akan datang agar mendapatkan hasil yang memuaskan. 

Perencanaan, implementasi, dan evaluasi merupakan komponen yang digunakan untuk mengembangkan pembelajaran, khususnya media dan teknologi sehingga dapat mencapai hasil yang maksimal.


C. Model Roblyer

Model ini dikenal dengan model TIP yang merupakan akronim Technology Integration Planning (Perencanaan Integrasi Teknologi). Model TIP ini dikembangkan oleh M. D. Roblyer pada tahun 2003, Model TIP merupakan cara sistematis untuk mengintegrasikan media dan teknologi ke dalam pembelajaran melalui lima fase yakni:

1. Menentukan keuntungan relatif

Fase pertama model TIP merupakan penentu keuntungan yang mengintegrasikan media dan teknologi ke dalam pembelajaran. Hal ini penting untuk mengetahui berbagai aspek yang memungkinkan integrasi dilakukan termasuk mengkaji beberapa aspek seperti (Rogers, 2003): 

a. Kesesuaian (compatibility

Kesesuaian integrasi teknologi ke dalam pembelajaran yang memungkinkan seorang pengembang mendapatkan informasi secara komprehensif tentang nilai-nilai budaya, keyakinan, dan kepercayaan yang dianut termasuk pandangan orang, lembaga, atau institusi tentang perlu atau tidaknya media teknologi itu dikembangkan dalam pembelajaran.

b. Kesulitan (complexity

Tingkat kesulitan pengguna media dan teknologi juga perlu dikaji secara mendalam, pembelajaran yang menggunakan alat bantu teknologi harus betul-betul menghasilkan pembelajaran yang efektif dan efisien. Efektif artinya melakukan aktivitas pembelajaran dengan menggunakan media dan teknologi dengan tepat sesuai tujuan. Sedangkan efisien artinya melakukan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan media dan teknologi dengan waktu yang ringkas.

c. Keterujian (trialability)  

Keterujian yang merujuk pada kemudahan untuk melakukan uji coba terlebih dahulu sebelum digunakan secara menyeluruh.

d. Keteramatan (observability)

Keteramatan merupakan bentuk pengamatan langsung melihat bagaimana seseorang menggunakan suatu inovasi baru termasuk kesiapan berbagai komponen dalam organisasi untuk mendukung proses integrasi media dan teknologi dalam pembelajaran.

Selanjutnya perlu mempertimbangkan kemungkinan adanya suatu; (a) topik atau tujuan kurikulum yang sulit diajarkan tanpa menggunakan media atau teknologi; (b) jenis media dan teknologi yang menjadi solusi terhadap permasalahan kesulitan pelaksanaan pembelajaran; (c) keuntungan menerapkan solusi berbasis teknologi; dan (d) kemungkinan adanya alternatif lain untuk menciptakan pembelajaran yang lebih efektif terkait dengan pemanfaatan teknologi mutakhir maupun jenis teknologi sederhana untuk keberlangsungan pembelajaran.

2. Menentukan tujuan

Pada tahap ini guru menentukan pengetahuan dan keterampilan yang ingin dipelajari oleh siswa sekaligus menetapkan instrumen penilaian untuk mengukur dan menilai pelajaran yang telah diperoleh siswa dengan menggunakan media dan teknologi yang telah diintegrasikan. 

3. Merancang strategi integrasi

Pada bagian ini guru perlu menentukan strategi mengajar dan bentuk aktivitas yang sesuai dengan karakteristik siswa. Dalam strategi integrasi media dan teknologi, perlu mempertimbangkan seperti: (1) karakteristik topik-topik bahan pembelajaran, (2) kebutuhan siswa, dan (3) metode yang sesuai dengan lingkungan belajar.

4. Menyediakan lingkungan belajar

Penyediaan lingkungan belajar merujuk pada pengaturan dan pengelolaan tempat, sarana dan prasarana yang memungkinkan diterapkan teknologi secara efektif dalam pembelajaran. Kemudahan penggunaan teknologi secara efektif dalam pembelajaran ditentukan oleh penyediaan perangkat lunak dan perangkat keras, serta dukungan teknis dari pengambil kebijakan.

5. Mengevaluasi dan merevisi

Setelah semua terlaksana, langkah selanjutnya adalah melakukan revisi berdasarkan berbagai kelemahan dan keterbatasan yang ada. Pengembang dapat mengkaji apa yang telah berjalan dengan baik dan yang harus diperbaiki. Selanjutnya melakukan revisi berdasarkan berbagai kelemahan dan keterbatasan yang ada.

Dengan demikian, penggunaan teknologi dapat memberi kontribusi positif dalam meningkatkan hasil belajar dan kualitas siswa yang mumpuni dalam berbagai mata pelajaran.


D. Model Hannafin dan Peck

Model Hannafin dan Peck merupakan model desain pengembangan pembelajaran yang terdiri dari tiga fase yaitu fase penilaian kebutuhan, fase desain, dan fase pengembangan dan implementasi (Hannafin & Peck 1988). Dalam model ini, penilaian dan pengulangan perlu dijalankan dalam setiap fase. 

Model ini adalah model desain pembelajaran yang berbasiskan komputer dalam membangun aktivitas pembelajaran. Bagan di bawah ini menunjukkan tiga fase utama dalam model Hannafin dan Peck (1988).


1. Fase pertama adalah penilaian kebutuhan 

Tujuan penilaian kebutuhan untuk mengartikan secara spesifik dari sebuah produk. Fase ini diperlukan untuk mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan dalam mengembangkan suatu media pembelajaran termasuk di dalamnya tujuan dan objektif media pembelajaran yang dibuat, pengetahuan dan kemahiran yang diperlukan oleh kelompok sasaran, peralatan dan keperluan media pembelajaran. Setelah semua keperluan diidentifikasi, Hannafin dan Peck (1988) menekankan untuk menjalankan penilaian terhadap hasil itu sebelum meneruskan ke fase desain.

2. Fase yang kedua adalah fase desain

Tujuan tahap desain untuk mengidentifikasi dan mengumpulkan alat-alat, bahan, dan sumber yang digunakan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Salah satu dokumen yang dihasilkan dalam fase ini yakni dokumen story board yang mengikut urutan aktivitas pengajaran berdasarkan keperluan pelajaran dan objektif media pembelajaran. Seperti halnya pada fase pertama, penilaian perlu dijalankan dalam fase ini sebelum dilanjutkan ke fase pengembangan dan implementasi.

3. Fase ketiga adalah fase pengembangan dan implementasi 

Hannafin dan Peck (1988) menyatakan bahwa aktivitas yang dilakukan pada fase ini adalah menghasilkan diagram alir, pengujian, serta penilaian formatif dan penilaian sumatif. Dokumen story board akan dijadikan landasan bagi pembuatan diagram alir yang dapat membantu proses pembuatan media pembelajaran. Untuk menilai kelancaran media yang dihasilkan, penilaian dan pengujian dilaksanakan pada fase ini. Hasil dari proses penilaian dan pengujian ini akan digunakan dalam proses penyesuaian untuk mencapai kualitas media yang dikehendaki.

Model Hannafin dan Peck (1988) menekankan proses penilaian dan pengulangan harus mengikutsertakan proses-proses pengujian dan penilaian media pembelajaran yang melibatkan ketiga fase secara berkesinambungan. Lebih lanjut Hannafin dan Peck (1988) menyebutkan dua jenis penilaian yaitu penilaian formatif dan penilaian sumatif. Penilaian formatif adalah penilaian yang dilakukan sepanjang proses pengembangan media sedangkan penilaian sumatif dilakukan setelah media telah selesai dikembangkan.


Referensi

Yaumi, M. (2018). Media & Teknologi Pembelajaran. Jakarta: Kencana.

Smaldino, S. E., Lowther, D. L., & Russell, J. D. (2014). Instructional Technology and Media for Learning. London: Pearson.

Prawiradilaga, D. S., & Siregar, E. (2007). Mozaik teknologi pendidikan. Jakarta: Kencana.

Rogers, E. M. (2003). Diffusion of Innovations. New York: Free Press.

Hannafin, M. J., & Peck, K. L. (1988). The Design, Development, and Evaluation of Instructional Software. New York: Macmillan Publishing Company.


0 komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan baik dan sopan ya ^^

View My Stats